Cari Blog Ini

Minggu, 10 Oktober 2010

Lebaran Qurban di Palestina, antara air mata dan kebahagiaan

Lebaran Kurban di Palestina, Antara Air Mata dan Kebahagiaan


COMES: Bersamaan dengan datangnya hari raya kurban, kaum muslimin di seluruh penjuru dunia merayakannya penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Kegembiraan itu terasa kurang bagi keluarga para syuhada’ dan korban penculikan Israel di Palestina. Kegembiraan itu bercampur kucuran air mata karena berpisah dengan orang-orang yang dicintai.
Keluarga Ummu Hasan adalah satu di antara contohnya. Ummu Hasan, dia adalah seorang ibu asal Selfit yang anaknya gugur syahid, Muhammad Balasema, salah seorang komandan Brigade al Qassam, sayap militer gerakan Hamas. Wanita ini menumpahkan tangisnya saat kerabatnya datang berkunjung memberikan ucapan selamat lebaran. Dia teringat anak semata wayang yang menjadi bagian hidupnya, anak yang amat dicintai dan sangat berbakti dan taat kepadanya, wanita 70 tahun ini senantiasa berdoa untuk anaknya dalam setiap shalat.
Begitulah keadaan semua keluarga para syuhada’. Keadaan yang tidak jauh berbeda juga menjadi gambaran keluarga para tahanan Palestina yang diculik dan dijebloskan ke dalam penjara Zionis Israel, ataupun yang terluka. Keluarga menunggu-nunggu kabar pembebasan orang-orang yang mereka cintai dari balik terali besi Israel. Meski demikian, Ummu Hasan berdoa agar Allah memberikan karunian pembebasan secepatnya kepada para tahanan Palestina.
Sebuah pertanyaan polos terlontas dari putri Muhammad Balasema, Ireen. Gadis 4 tahun ini bertanya kepada ibundanya “kapan kita akan pergi ziarah kubur ayah, Muhammad?” Sebuah jawaban terlontar dari sang ibu, “Besok pagi, kita akan pergi berziarah kubur ke makamnya dan kita berdoa untuknya, juga untuk seluruh kaum muslimin baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.” Bocah ini kembali bertanya, “Di mana dia (ayah) sekarang?” Terdengar jawaban tegas, “Dia di surga.”
Di sinilah berbaur antara air mata kesedihan dengan air mata kebahagiaan. Sedang rasa lebaran menjadi berbeda. Kesedihan dan kelaparan menjadi kondisi umum penduduk Palestina, juga kondisi keluarga para syuhada, para tahanan dan korban yang terluka. Semua orang merasakan penderitaan dan sakit. Tidak ada yang menolong dan menyambut teriakan mereka, baik dari dunia Arab maupun dunia Islam. Seakan tenggelam dalam ketidaksadaran yang dalam, seperti apa yang dirasakan warga Palestina di sana.
Sama seperti lebaran-lebaran sebelumnya, sepanjang sejarah Palestina. Tidak ada satu lebaran pun yang dilalui warga Palestina dengan kebahagiaan penuh sejak penjajahan Inggris atas tanah suci tersebut. Yang kemudian disusul tragedi dan prahara Palestina hingga saat ini. Nampak jelas bagaimana kesengsaraan ini berdampak besar kepada kejiwaan warga Palestina. Hal itu semakin diperparah hari ini dengan embargo dan blockade yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah Palestina. Blokade dan embargo yang telah merenggut seporong suap roti dari setiap warga Palestina, yang tua maupun anak-anak, sebagai sanksi massal atas pilihan demokratis mereka.
Meski dengan semua itu, Ummu Hasan mengatakan, “Kami akan tetap berjuang dan teguh (dengan prinsip). Kami tidak akan tunduk dan tidak akan menghinakan diri, meski kami diembargo dan dibuat kelaparan.” Dia menambahkan, “Lihatlah pohon-pobon itu, dia mati dalam keadaan tegak berdiri. Dan begitulah kami, tidak akan mati kecuali dalam keadaan tegap berdiri dan tidak akan tunduk rukuk (pada penjajah).” (seto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar