Banyaknya musibah di suatu negeri itu pertanda penduduknya bukan orang baik-baik. Dan ukuran baik itu adalah baik menurut Allah Ta’ala, yakni yang taat kepada-Nya. Allah menegaskan:
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Hud [11] : 117).
Dengan demikian, perlu kita mengoreksi diri, banyaknya bencana dan musibah, bahkan bareng-bareng di berbagai tempat, bahkan pula beruntun di mana-mana, dapat dimaknakan bahwa penduduk negeri ini kondisinya belum mencapai sebagai orang-orang yang berbuat kebaikan yang sesuai dengan ajaran dari Allah Ta’ala.
Sementara itu terjadinya kerusakan tidak lain adalah akibat dari tangan-tangan manusia:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum [30] : 41).
Betapa dahsyatnya. Namun, ternyata masih ada pula yang tidak kalah dahsyatnya, ketika yang dibunuh itu bukan orangnya tetapi keimanannya, diarahkan kepada kemusyrikan dengan aneka cara dan bentuk, termasuk diantaranya memberi persembahan kepada roh atau apapun yang dianggap menyelamatkan atau ditakuti bahayanya, yang sifatnya gaib. Allah Ta’ala menegaskan: Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS. Al-Baqarah [2] : 217).
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS. Al-Baqarah [2]: 191).
Imam Subki berkata, bahwa asal lafal fitnah itu adalah menimpakan bala’ dan ujian, maka tafsiran ayat Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh adalah: Dan menimpakan bala’ kepada orang mukmin mengenai agamanya sehingga ia kembali menjadi musyrik kepada Allah setelah Islamnya adalah lebih besar dosanya dan lebih berbahaya daripada membunuh (orang yang) dalam keadaan masih tegak di atas agamanya, memegangi keyakinannya, lagi membenarkannya. Sebagaimana riwayat dari Mujahid (Tabi’ien) dalam Firman Allah Ta’ala Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh, ia berkata: mengembalikan orang mukmin kepada berhala (kemusyrikan) itu lebih besar dosanya daripada membunuh.
Dan dari Qatadah, mengenai Firman Allah Ta’ala Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh, ia berkata: Kemusyrikan itu lebih besar dosanya daripada membunuh. (Fatawa As-Subki juz1 halaman 35).
Menugasi bahkan mengerahkan manusia untuk mempersembahkan sesaji, entah itu disebut larung laut, labuh ini itu di gunung, sedekah bumi, tumbal untuk jembatan, bangunan, sembelihan untuk disajikan bagi roh kubur , punden, dan aneka bentuk semacamnya adalah perbuatan yang diancam oleh ayat tersebut. Dan itu tidak kalah dahsyatnya dibanding yang menimpakan bala’ kepada orang mu’min sampai membunuhi ribuan ulama itu.
Dengan demikian, siapapun yang ingin dirinya selamat di akherat kelak, mesti sangat hati-hati dan menghindari jauh-jauh dari perbuatan yang sangat berbahaya bagi keimanan dan keselamatan di akherat itu.
Meneruskan upacara atau perbuatan yang telah diancam oleh Allah Ta’ala, berarti merugikan diri sendiri dengan serugi-ruginya. Sebaliknya menyudahi, menghentikan, bahkan mencegahnya dan bertaubat darinya, adalah perbuatan yang insya Allah mengakibatkan selamat di hadapan Allah Ta’ala kelak.
Orang yang bijaksana adalah orang yang mampu mengoreksi dirinya.
Dari Syaddad bin Aus dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam beliau bersabda: "Orang yang cerdas adalah orang yang memperhitungkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah." (Hadits Riwayat At-Tirmidzi 2383, dia berkata: Hadits ini hasan, dan riwayat Ibnu Majah, dan Ahmad).
At-Tirmidzi berkata: Maksud sabda Nabi saw: "Orang yang memperhitungkan dirinya" yaitu orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di dunia sebelum dihisab (diperhitungkan) pada hari Kiamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar