Cari Blog Ini

Selasa, 13 September 2011

Bentrok antara warga Muslim dan Kristen meletus lagi di kota Ambon. Menurut berita berawal terbunuhnya dua orang tukang ojek muslim di Gunung Nona. Kematian dua orang tukang ojek muslim itu, kemudian meledak menjadi konflik antara warga Muslim dan Kristen di kota Ambon Manise. Peristiwa ini seperti mengulangi episode yang pernah terjadi di tahun 1999. Di mana peristiwa saat itu tepat pada hari Idul Fitri. Kaum Muslimin yang sedang bersuka-cita merayakan Idul Fitri, tiba-tiba diserang oleh orang-orang Kristen. Mereka menyerang kampung-kampung Muslim, dan menghancurkan masjid-masjid. Termasuk ada masjid-masjid yang ditulisi dengan kata-kata kotor, menghina Nabi Shallahu alaihi wassalam, dan dinding masjid digambari babi. Peristiwa Idul Fitri di tahun 1999, berlangsung dalam jangka waktu yang lama, dan meluas di berbagai wilayah Maluku, termasuk di Maluku Utara. Orang-orang Kristen di Maluku Utara melakukan penghancuran terhadap kampung-kampung Muslim, dan membunuhi warganya. Mereka sangat agresif. Menggunakan senjata, menghancurkan orang-orang Muslim di wilayah itu. Salah satu daerah yang dihancurkan di Maluku Utara adalah kota Tobelo, yang banyak meninggalkan korban dari kalangan Muslim. Orang-orang Kristen ingin melakukan "cleansing" terhadap komunitas Muslim di Ambon. Mereka mengklaim Ambon identik dengan Kristen. Karena itu, ketika kamunitas Muslim menjadi sebuah entitas (kekuatan) yang eksis, maka langkah yang mereka lakukan ingin menjadikan Muslim di Ambon dan Maluku menjadi "zero" (nol). Dengan kekuatan senjata yang mereka miliki. Sejatinya orang-orang Kristen itu menjadi "proxi" (tangan) penjajah, dan kemudian menjelma menjadi Gerakan RMS (Republik Maluku Selatan), dan tak pernah secara de facto dan de jure mengakui eksistensi Negara Republik Indonesia. Mereka sebuah entitas politik, yang masih tetap berpegang memori yang sifatnya emosional, yaitu sebuah "enclave" (kantong) Kristen, yang lahir sejak datangnya penjajah Eropa di wilayah itu. Maka, entitas RMS itu sifatnya permanen dan laten, dan mereka tetap ingin menegakkan RMS dengan segala cara. Tokoh RMS yang sangat terkenal Alex Manuputty, sekarang tinggal New York, di Amerika, dan terus melakukan gerakan politik, dan ingin mendapatkan pengakuan atas eksistensi RMS di Maluku oleh PBB. Tentu, langkah-langkah ini, diperjuangkannya secara sistematis, terencana, dan segala bentuk konspirasi serta manipulasi untuk mencapai tujuan yang hendak tegakkan. Di manapun entitas Kristen yang berada di negeri-negeri Muslim, selalu menggunakan skenario konflik agama, dan kemudian mengharapkan campur tangan internasional, dan tujuan terakhir mereka memisahkan diri. Mereka membuat manipulasi informasi, sebagai fihak yang dizalimi sebagai minoritas. Seperti peristiwa yang terjadi di tahun 1999, ketika terjadi titik balik, akibat perlawanan yang dilakukan oleh komunitas Muslim terhadap komunitas Kristen yang melakukan serangan, maka mereka membuat opini dan laporan, sebagai fihak yang dizalimi oleh kelompok miyoritas Muslim. Mereka membuat laporan kepada Komisi Hak Asasi Manusia di Parlemen Eropa dan PBB. Sehingga, terjadi pembalikkan opini terhadap peristiwa yang terjadi di Ambon. Kemudian orang-orang Muslim, yang mempertahakan hidup mereka menjadi tertuduh, dan sebagai kelompok teroris. Peristiwa Ambon tahun 1999, di masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie itu, nyaris akan mengundang intervensi fihak militer Amerika Serikat, yang kala itu sudah menempatkan pasukan angkatan lautnya di perairan Ambon. Situasi selanjutnya, fihak yang disalahkan adalah komunitas Muslim, dan bahkan fihak aparat keamanan di Ambon, melakukan langkah-langkah deteren (penghancuran) terhadap kekuatan-kekuatan Muslim, yang ingin menjaga keberadaan komunitas Muslim, di wilayah itu. Entitas Muslim menjadi tertuduh sebagai kelompok ekstrim. Bersamaan dengan itu, ada perintah penarikan pasukan "Laskar Jihad" yang dipimpin Ja'far Umar Thalib dari Ambon, dan kemudian laskar itu dibubarkan, yang semula terlibat dalam menjaga dan melindungi entitas Muslim Ambon. Hal ini terjadi pula di Poso. Di mana entitas Muslim di Poso dihancurkan dan dan dibantai. Perempuan dan anak-anak, serta orang tua dibantai. Ratusan orang dibunuh dengan keji oleh milisi "Kelawar" yang dipimpin oleh Tibo, tapi kemudian yang menjadi tersangka dan tertuduh adalah kelompok Muslim, sebagai teroris. Bahkan, bagaimana di Poso digambarkan oleh pihak aparat keamanan dan intelijen, sebagai tempat latihan teroris, dan mengundang perhatian yang sangat luar biasa dari dunia internasioal terhadap Poso. Meledaknya peristiwa di Ambon ini bersamaan dengan peringatan satu dekade (10 tahun) peristiwa 11 September, di mana di Amerika Serikat sedang berlangsung peringatan atas peristiwa runtuhnya Gedung WTC. Adakah ini memiliki korelasi dengan peristiwa yang sekarang diperingati di Amerika Serikat, dan ingin tetap melestarikan peritiwa itu, serta menjadikan kaum Muslim sebagai biang kekerasan dan terorisme? Padahal, mantan Perdana Menteri Malaysia Dr.Mahathir Mohammad, menyatakan dengan sangat tegas, bahwa peristiwa 11 September 2001, sebagai produk kebohongan yang dibuat oleh Presiden George Walker Bush, yang bertujuan untuk menjajah dan menguasai negara-negara Islam, seperti Irak dan Afghanistan dengan jalan militer. Unsur-unsur lokal selalu ada yang bersedia menjadi alat penjajah yang ingin menjadikan Indonesia bercerai-berai atau mengalami destintegrasi dengan jalan menciptakan konflik, dan kemudian fihak asing melakukan campur tangan, seperti yang terjadi di Timor-Timur atau Sudan Selatan, kemudian melalui referendum, mereka memisahkan diri dengan negara induknya. Apalagi, Indonesia negara kepulauan, yang sangat rentan terjadinya desintegrasi. Wallahlu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar